Tujuh yang Hilang - Cerpen Remaja

TUJUH YANG HILANG
Oleh TF
 “Natashaaa!! Cepat bangunn... Udah jam tujuh, ntar kamu telat” teriak mamaku dari luar kamar sambil mengetuk pintu kamarku.

Aku yang baru tersadar dari tidur langsung melongok kearah jam beker disamping tempat tidurku “HA?Udah jam 7??!! Aku bisa telat. Mana ini hari pertama MOS lagi, bisa habis aku nanti sama kakak-kakak seniorku”. Aku pun langsung berlari kekamar mandi. Aku tak sempat sarapan, jadi aku hanya mengambil rotiku dan menaruhnya di mulut yang dibuat mamaku tadi pagi sambil berlari menuju mobil dengan menenteng sepatuku. “Tenang neng,serahkan saja semuanya sama bapak,neng tidak akan terlambat kok”. Aku percaya sama pak Jaya, soalnya dia sudah menjadi sopir keluarga ku selama 3 tahun. Tetapi yang membuatku khawatir yaitu jalanan yang sangat ramai seperti semut-semut yang berkerumunan. Kalau seperti ini aku bisa terlambat sampai disekolah. Dan aku tetap memutuskan untuk datang kesekolah, walaupun aku tau aku bakalan dihukum karena sekarang sudah jam 7.20, sedangkan bel masuk jam 7.15.
Tujuh yang Hilang
Sesampai di sekolah, aku melihat senior-senior memandangku dengan pandangan yang mengerikan. Lalu aku melihat ada juga seorang murid yang terlambat . “Nampaknya kita punya mangsa baru nih” kata salah satu kakak senior itu. Nampaknya kami akan dikerjai habis-habisan. Dan ternyata benar saja dugaanku. “Hei kalian!kenapa kalian datangnya terlambat?!kalian sudah tau kan peraturan disekolah ini. Bel bunyi pukul 7.15. Atribut kalian juga tidak lengkap. Kalian ini niat engga sih sekolah?!” teriak salah satu seniorku yang dari wajahnya saja sudah mengerikan. Jelas aku takut melihat 4 orang senior berdiri tegak dan melotot kearahku. Tetapi yang aku herankan mengapa cowok disampingku ini tidak ada rasa takut sedikitpun. “Tadi aku bangun kesiangan kak,karena awalnya aku malas datang hari pertama MOS ini, jadi aku belum buat atribut untuk MOS”jawab cowok itu dengan santainya. “Kalau kamu kenapa datang terlambat?”. “tadi....sa..saya.. bangun nya..kesiangan kak”jawabku terbata-bata sambil menunduk. Baru kali ini aku sampai setakut ini dengan kakak kelas. 
Wajahku semakin pucat ketika kami disuruh berdiri didepan semua peserta MOS dan juga semua kakak-kakak kelas. Sebagai hukuman cowok disebelahku disuruh untuk menggombalin aku didepan semuanya. “ Cewek, kamu cantik banget deh. kamu membuat aku terpesona, aku engga bisa memalingkan pandanganku dari wajahmu yang cantik itu. Bener ga semua?”. yaampun.. ini anak ga ada takutnya ya. Masih aja sempat nanya pendapat yang lain kataku dalam hati. “hahahaha..emang enak aku kerjain. Wajah mu pucat banget . Penakut banget ya lo”bisik cowok ini ketelingaku. Aku menjadi semakin panas mendengar perkataannya. Kami pun disuruh balik kebarisan kami masing-masing. Ternyata aku dan dia satu gugus digugus 7.

Seselesainya upacara pembukaan MOS, semua siswa pun berlari kekelas masing-masing. Termasuk kami peserta MOS. Kelas ku berada disebelah perpustakaan. Suasana kelas hening walaupun guru belum datang. Ketika guru kami tiba, ia pun menjelaskan tentang tata tertib disekolah ini. Tetapi sebelum itu kami disuruh memperkenalkan diri masing-masing didepan kelas. “hai semua. Namaku Nicolas, panggil saja Nico”. Ooo..ternyata nama cowok ngeselin itu Nico. Ketika gilirinku tiba, aku pun segera maju kedepan kelas. Tiba-tiba aku tersandung, seisi kelas mengetawakanku. Ketika aku berdiri dan melihat ternyata orang itu adalah Nico yang super nyebelin. “iiihh..kamu ini ngeselin banget . Malas aku punya teman seperti kamu!”ucap ku dengan nada yang sangat kesal. Dengan terpaksa aku melangkahkan kakiku kedepan kelas.
Dihari kedua MOS Nico belum puas mengerjai aku. Sewaktu aku sedang makan bekalku pada jam istirahat, Nico memukul punggungku dengan keras sampai aku tersedak. Setelah itu dia mengambil tasku dan membawanya lari keluar kelas. Akupun langsung mengejarnya. “Lambat banget sih lari lo. Gitu aja engga bisa. cepatan dong!!”. Ia semakin membawa tas ku lari. Tetapi mengapa orang-orang disekelilingku menertawaiku?apa yang salah denganku?.ahh..biar aja deh mereka ketawa. Mana ku pikirin kataku dalam hati. “Ihhh Nico!kasih tas ku!kamu jangan gitu lah!masa Cuma berani sama cewek!”. Setelah puas tertawa, Nico pun memberikan tasku. 
Akupun menuju kelasku. Sambil berjalan menuju kelas aku masih mendengar suara tawa dari murid-murid lain. “ehh sha, apa itu dipunggung mu?”. “Ha? Ada apa?perasaan engga ada apa-apa kok del” balasku kepada Adel yang merupakan teman dekat ku semenjak hari pertama MOS. Karena penasaran aku memegang punggungku dan aku mendapati secarik kertas. “kertas apa ini??!”tanya ku kaget. Dan aku pun segera membaca tulisan dikertasku. Setelah membacanya aku sangat terkejut dan langsung berteriak “NICO!!!”. “yasudah yang sabar aja ya sha. Kamu jangan kesal terus sama dia. Nanti jadi suka lho”goda Adel. “iii..apaan sih kamu del. Engga mungkin lah aku sampai suka dia.sampai kapanpun aku enggak akan suka dia”. “jangan ngomong gitu. Kalau kamu suka dia kamu harus beliin aku apa yang aku mau ya”. “Okee. Pokoknya mulai hari ini aku benci sama dia. Titik!”jawabku dengan pasti.

Keesokan harinya aku tidak melihat wajah Nico sama sekali. “Ardi kamu tau ga Nico kemana?”tanyaku sama teman sebangku Nico. “tumben nyariin. Kangen ya sama dia?”. “engga kok. Engga. Aku engga kangen dia. Aku....cumaa..hmm..aku Cuma mau marahin dia masalah yang kemarin aja”. Aku bingung kenapa Nico tidak ada. Dia kenapa ya? Hatiku terus bertanya-tanya. “hoy Natasha! Melamun terus” kejut Adel dari belakang. “oh, Adel..” jawab ku tak bersemangat. “Hayoo kenapa melamun. Mikirin siapa? Nico ya?” “ihh, nggak yaa.. malas banget mikirin dia.”jawabku dengan kesal. Ketika pembagian kelas, aku sangat berharap sekelas sama Adel. Dan aku tidak mau sekelas dengan Nicolas. Dan ternyata...doaku tidak terkabulkan. Aku sangat terkejut ketika guru kesiswaan kami menyebutkan namaku dan Nico berada dikelas 7.1. Aku juga sekelas dengan Adel, setidaknya aku ada kawan yang dapat melindungi dan menghiburku.

Sesuai dengan dugaanku, dia selalu mengerjain aku setiap hari. Sewaktu itu aku sedang ngobrol bersama teman-temanku yang lain. tiba-tiba aku meraa ada sesuatu terjatuh keatas kepala ku. Setelah aku melihatnya ternyata ada seekor cicak. Aku pun langsung menjerit dan meloncat-loncat diatas bangkuku. Tetapi aku mendengar suaru tawa yang sangat kuat dibandingkan yang lainnya, ternyata orang itu adalah Nico. “Nico!!kamu ini ga bosan-bosan ya ngerjain aku!pokoknya aku benci sama kamu. Aku ga akan nganggap kamu ada disini!” teriakkku. Tanpa ku sadari aku meneteskan air mata. Aku tidak tahu mengapa aku menangis. Mungkin karena aku terlalu kesal, atau mungkin karena aku tidak tega membenci Nico.

Setelah beberapa bulan kemudian kami berdua terpilih untuk mengikuti olimpiade matematika. Jadi kami selalu belajar bersama di perpustakaan. Awalnya kami saat hari pertama belajar kami saling jauh-jauhan. Hari kedua dia mulai mengusiliku lagi. Sewaktu aku sedang belajar dia mengejutiku dari belakang sampai aku berteriak keras. Aku sampai dimarahi ibu perpustakaan. Pada hari selanjutnya, tiba-tiba dia minta tolong kepadaku untuk menyelesaikan soal yang tidak dia ketahui. Awalnya aku tidak mau menolongnya, karena aku masih kesal dengannya. Tetapi dia terus meminta tolong untuk menyelesaikan soal tersebut. Dan akhirnya aku mengajarinya. Dan kami akhirnya saling bertukar pikiran tentang soal-soal matematika. Tanpa terasa kami semakin dekat. Kami selalu belajar bersama. Kami juga pergi mancari buku olimpiade sama-sama. ternyata jika sudah mengenalnya lebih dekat, Nico adalah anak yang baik.

Hari ini adalah hari ulang tahunku dan dia yang ke 15.
“selamat ulang tahun ya Natasha”ucap Nico kepada ku sambil menyalami ku. “iyaaa..terimakasih Nico. Selamat ulang tahun juga ya Nico”. “ Kamu lahirnya jam berapa?jangan bilang kalau kita lahir dibulan yang sama juga”. “Kata mamakku, aku lahirnya jam 7 malam Nic. Kalau kamu?” . “oooo..untunglah, aku lahir jam 7 pagi”. “Iya??berarti kita sama-sama 7 dong. Tanggal 7 bulan 7 jam 7 tahun 1997. Keren ya”ucapku sambil tertawa karena tidak menyangka bahwa kami sama-sama lahir dinuansa7. “iyaayaa..hmm..gimana kalau..hmm” kata Nico gugup. “ada apa Nic?gimana kalau apa ni?”aku pun menjadi penasaran. “gimana kalau kita pacaran aja. Jadi kita jadiannya juga tanggal 7 bulan 7. Kamu mau ga?”. Baru kali ini aku melihat wajah Nico menjadi pucat seperti sekarang ini. “HA?APA?yaampun Nico. Soryy...bagaimana kalau kita sahabatan aja. Aku takut kalau kita pacaran nanti kita bisa saja menjadi musuh lagi. Kalau sahabat kita bisa bersama selamanya”jawabku dengan wajah yang santai. 
Aku berusaha menutupi perasaan kagetku, aku masih terlalu kaget mendengar itu. Tetapi aku juga senang, karena diam-diam aku juga sudah mulai suka sama dia. Tapi aku takut pacaran, jadi aku memutuskan untuk menjadi sahabatnya. “oogitu..yasudah deh. engga apa kok Sha. Tapi kamu harus janji kalau kamu engga akan ninggalin aku selamanya ya” “iyaaa deh Nico bawel”. Mendengar perkataanku tadi ia pun langsung mencupitku.

2 tahun kemudian.
Hari ini adalah hari ulang tahunku dan dia yang ke 17, dan juga hari persahabatan kami yang ke3. Aku sangat senang. Kami sudah membuat acara untuk merayakannya. Namun tiba-tiba mamanya Nico menelponku bahwa Nico sedang koma dirumah sakit. Jadi aku segera cepat-cepat pergi kerumah sakit. Sesampai dirumah sakit aku segera berlari kekamar tempat Nico dirawat. Sesampai aku disana kulihat Nico sedang tertidur dalam komanya. Tapi aku tetap duduk disampingnya sambil mengingat masa laluku bersamanya. Bagaimana dulu ia mengerjaiku sampai aku kesal dan sangat membencinya. Bagaimana aku bisa menjadi sahabat dan dekat dengannya. 
Tiba-tiba terbentuklah sungai dipipiku, semakin lama semakin deras saja. Dan tiba-tiba ada yang memegang tanganku. Setelah aku mengusap air mataku ternyata Nico sudah terbangun dan memegang tanganku."Natasha, kamu jangan sedih lagi. Aku tidak mau melihat kamu menangis. Kalau kamu nangis itu juga membuatku sedih. Sha, aku rasa aku sudah tidak sanggup lagi menahan rasa sakit dikepalaku ini.” “Nic, tolong berjuang. Jangan menyerah! Kamu harus sembuh! Kamu harus bertahan! Tolong jangan tinggalin aku!!” ucapku sambil menangis dan Nico hanya tersenyum kepadaku. Tiba-tiba matanya terpejam. Aku terkejut melihat alat pendeteksi detak jantung telah menunjukkan garis datar. Akupun langsung berteriak memanggil dokter sambil menangis histeris. Dan aku mendengar suaru sepatu yang sedang berlari kearahku, semakin lama suaru itu semakin kuat. Dan tiba-tiba dokter dan juga sang perawat sudah berada disampingku. Ketika itu ia mengatakan kata-kata yang tidak ingin aku dengar. “kami mohon maaf, nyawa Nico tidak dapat kami selamatkan”. 
Ketika itu juga aku beserta kedua orangtua Nico sangat kanget mendengarnya. Aku terus menatap wajahnya, ingin rasanya aku menangis, tetapi aku ingat akan pesan terakhirnya. Aku tak ingin melihatnya menangis disana, aku ingin ia tenang dialam sana. Mungkin ini adalah kesempatan terakhirku untuk dapat terus manatapnya. aku tidak akan melupakanmu Nico,aku akan selalu mengingat masa-masa kita saat kita bersama. Dan aku tak akan melupakan momen-momen tujuh yang sangat berarti dalam hidupku bisikku ketelinga Nico.

Labels: