Just For Love - Cerpen Romantis

JUST FOR LOVE
Karya Ririn Agnesia

Namaku Tri Marcelina, aku putri ketiga dari pasangan Marcel dan Mirina. Aku berumur 16 tahun, aku bersekolah di SMA Bakti Permai. Keluargaku termasuk berada karena ayah dan ibuku sama-sama memiliki perusahaan sendiri. Aku punya 2 orang kakak perempuan Eka Marcelina dan Dwi Marcelina.
“ Pa.., Tri berangkat sekolah dulu yah?”
“ Iya nak, jangan pulang lama-lama yaa.. main basket saja kerjamu itu.”
“ Ah ayah gak gaul nieh.. Oke deh aku janji .”
“ Kenapa sih kamu gak mau feminim aja kayak kedua kakakmu itu. Padahal pasti kamu yang terlihat paling cantik. ”
“Huh , ayah gombal deh. Bye dad.”

Senyuman menghiasi Tri kala itu, ia merasa sedikit tersanjung akan kata ayahnya tadi. “Apa mungkin benar ya ?” gumamku dalam hati.
“ Hy Tri, pak Andi udah nunggu kamu tuh di lapangan basket.” Tegur Rina salah seorang teman Tri.
“ ooh.. thanks ya.”

Just For Love - Cerpen Romantis
Just For Love
Tri berjalan menghampiri Pak Andi,
“ kenapa pak manggil saya?”
“ saya pengen ngasi tau kamu kalo kamu ditantangin main sama SMA Permata.”
“ oke,, saya terima. Siapa takut.?”
“ nanti kumpul di lapangan ini jam 4 sore.”
“ ok.”
Tri sama sekali tidak merasa tertantang sama SMA permata, bagi ia itu hal biasa. Sudah berkali-kali Tri menang dari SMA Permata , tapi tuh SMA ga pernah nyerah..
“ Dik, kamu mau main nanti?” tanya Dwi kepada adiknya.
“ iya kak, jangan bilang papa yah.., kasian nanti papa marah lagi.”
“ tenang aja, asalkan kamu pake cheers ya?”
“ oke lah, kakak siapin aja tim kakak, aku ajak kok.”
“ yess”

Begitulah Dwi yang sering ikut kegiatan tim basket cewek, karena tim cowok jarang main. Jadi, dia ngandelin adiknya. Dwi sekarang sedang duduk di kelas XII, sedangkan Tri kelas XI.
“ Tri, mau kemana sayang..”
“ ke rumah temen pa, buat kerpok biasa tugas sekolah...”
“ bener? Jangan malem ya pulang.”

Tri terpaksa bohong sama papanya, karena dia ga mau papanya bisa jadi stress. Ia langsung meluncur ke sekolahnya. Jam 4 sore..
“ udaa siap loe ngelawan gue?” teriak seorang laki-laki dari pagar sekolah.
“ siapa loe, kenapa tim cowok nieh? Wahh, ini ga bener nih, kita mau lawan tim ceweknya.”
“ ini disengaja, karena kita mau lihat seberapa kuat sih tim cewek loe, tim cewek sekolah gue emang kalah. Coba sekarang tim cowoknya. Bisa gak?”
“ siapa takut!”

Aksi mereka di lapangan begitu lincah, Tri memainkan bola dengan piawai. Di sudut lapangan ada tim Cheers Dwi. Dwi sangat terkesima melihat cowok tadi yang nantangin adiknya. Imut dan cool menurutnya.
“ liat kan hasil akhirnya, tim gue yang lebih bagus..”
“ brengsek loee!!” teriak Tri.
Tri pulang dengan kecewa berat, baju kaosnya penuh keringat dan mukanya sembap. Begitu keluar sekolah, ada seorang nenek yang hendak menyebrang jalan. Tapi, lalu lintas begitu padat.
“ Nek, mau nyebrang ya? Mari saya bantuin..”
“ terimakasih nak, saya mau cari cucu saya.”

Tri menyebrangkan nenek itu dan langsung pulang. Sedangkan Dwi yang melihat kejadian itu berekspresi biasa saja. Dengan tidak sengaja Dwi melihat nenek itu masuk ke sekolahnya dan memeluk cowok cool itu. Akhirnya Dwi menguping pembicaraan mereka...
“ nek, kapan nenek kesini ?”
“ nenek dari desa kesini, soalnya ibu kamu bilang kamu tanding sama tim cewek ya.? Menang nak?”
“ pasti nek, nenek bisa nyebrang? Setau aku nenek paling takut nyebrang apa lagi di Jakarta, macet!”
“ iya, tadi ada perempuan cantik sekali, dia keluar dari sekolah itu juga pakaiannya santai sekali. Dia yang menolong nenek.”
“ ooh, syukurlah.”
Sejak saat itu hanya Dwi mengetahui bahwa cowok cool yang belum ia taui namanya itu pasti akan berterimakasih sekali sami Tri. Karena Tri udah bantuin neneknya yang super takut nyebrang itu.
“ Ini gak bisa dibiarin, Tri ga boleh duluan dapetin tu cowok. Kenapa sih ga gue aja yang nolongin!”

Minggu Pagi telah tiba.. ketika Tri membuka jendela kamarnya, ia melihat jelas keadaan di sekitar rumahnya. Mata Tri tertuju pada suatu rumah yang sedang ramai dengan orang berkunjung.
“ Ma.., Di rumah depan tu ada apaan ya ma? Kok rame banget?”
“ Iya Tri di sebelah itu lagi ada acara syukuran, rumah itu sudah ada yang beli. Katanya sih pindahan kompleks sebelah.”
“ ooh.. kirain demo. Huh!”
“ kamu ga ikut jogging bareng kakak kamu?”
“ aku ga suka jogging, Cuma ngabisin tenaga pagi-pagi begini. Mending aku main basket di depan rumah.”
“ ya sudah, jangan sampai ganggu tetangga ya.”
“ tenang ma, AMAN !!”

Tri keluar ke depan rumahnya. Bermain basket, tapi tiba-tiba ada suara bola basket di belakangnya yang seperti sedang di dribel seseorang.
“ ternyata, kita ketemu disini setelah kemarin di lapangan.”
“ woy, loe ngapain disini.. kurang kerjaan ke kompleks ini.”
“ eh,, jangan sembarang nuduh. Gue kesini karena itu rumah gue. Rumah baruu tauu !!”
“ Hah?? Gue ga bisa ngebayangin kalo kita jadi TETANGGA!!!”
“ Emangnya kenapa? Gak mau, aku memang jahat dan sombong di lapangan, tapi kalo disini beda kok.”
“ ehm...kenalin, Aku Tri lengkapnya Tri Marcelina.”
“ aku Randy Adiwinata. Panggil aja Randy.”

Tri tak dapat berkata-kata lagi ketika muka Randy sudah begitu dekat dengannya. Sedangkan, Dwi dan Eka yang sedang jogging terkejut melihat kejadian itu, terutama Dwi.
“ ehm... lagi ngapain nie ? gak baik loe Tri di jalan berduaan.” Tegur Dwi.
“ kakak, ga kok. Kami Cuma lagi kenalan ajja... kenalin kak ini Randy, cowok yang menurut kakak cool.”
“ ooh jadi nama kamu Randy, kenalin aku Dwi..”
“ iya aku Randy, tetangga baru kalian.”

Dwi sangat bersemangat dan membuat Tri semakin jengkel dan masuk ke rumah. Entah kenapa itu melanda Tri sejak ketemu di lapangan sekolah kemarin dengan Randy. Sedangkan Eka, hanya bisa heran melihat tingkah kedua adiknya yang seperti berebut permen. Eka sendiri tidak merasa Randy se-cool itu, mungkin karena Eka yang sudah memiliki calon suami. Di dalam rumah, Tri mendengar suara tangisan dari kamar kak Dwi.
“ kak Dwi,.. ?”
“ iyaa masuk Tri, ada apa?”
“ kok kakak nangis sih?”
“ kakak belakangan ini sering mimisan, apa mungkin kecapekan ikut Cheers ya?”
“ kayaknya ga deh kak, secara kakak ikut Cheers udah dari kelas 7 masa sih baru sekarang terasanya. Udah jangan dipikirin, paling perlu istirahat aja.”

Dwi merasa lebih tenang dan memutuskan untuk keluar dari Cheers dan ikut ekstra vocal. Suara Dwi sangat merdu, dan dia sering menyewa guru vocal. Tidak terasa, sudah 2 bulan mereka menjadi tetangga Randy. Tapi , mereka jarang bertemu karena kesibukan masing-masing. Suatu hari, di depan rumah…..
“ hy Randy, baru dateng dari latihan basket?” sapa Dwi.
“ iyaa nih, kamu sendiri kok disini?”
“ aku nunggu guru les vocal. “
“ ooh, kamu anak vocal, kebetulan nih aku butuh vokalis band aku.”
“ apa ? kamu anak band.. aku pengen banget Randy.”
“ oke, ayo ikut aku ke rumah, mau nunjukin lagu buatan band aku. Sekalian kamu pelajarin.”

Randy dan Dwi memasuki rumah Randy. Tri yang baru pulang latihan basket melihat itu dan cukup terkejut. Melihat genggaman tangan Randy ke Dwi.
“ ya tuhan, kuatkan aku, dia kakakku ya tuhan… aku ga boleh serakah.”

Sejak saat itu, Tri menyadari akan perasaannya selama ini ke Randy, tapi tidak terlintas sedikitpun di benaknya dia bisa menjadi pacar Randy. Karena umurnya masih terlalu kecil dan belum tau apa-apa tentang cinta. Sedangkan di dalam rumah Randy..
“ bagus banget rumahnya.. furniturenya keren!” seru Dwi.
“ biasa ajja tuh,, ini dekorasi mama aku.”
“ ternyata, kamu hebat juga main gitarnya, aku kagum.”
“ lagi-lagi aku harus bilang biasa aja..Dwi, kamu kelas 12 kan?”
“ iyaa, udah deket ujian juga.”
“ artinya kamu kakak aku dong.”
“ ah, biar lebih akrab panggil nama aja.”
“ oke.”

Begitulah seterusnya, mereka menjadi akrab dan sering latihan band bareng di rumah Randy. Tri udah semakin menjauh dari Randy. Suatu hari..
“ randy, ini foto nenek kamu?”
“ iya, kenal?”
“ ga sih, aku sempet bantuin nenek ini nyebrang jalan pas kamu tanding sama Tri. ”
“ Ternyata kamu cewek cantik yang dibilang sama nenekku. Bener-bener baik deh kamu.”

Dwi benar-benar berbohong dengan Randy, saking inginnya dia menjadi pacarnya Randy sampai dia harus tega mengaku-ngaku menjadi penolong nenek Randy. Randy menjadi menganggap Dwi sangat sempurna. Padahal, dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa dia pengen mendengar hal itu keluar dari mulut Tri bukan Dwi. Tri yang sejak tadi berdiri di jendela rumah Randy menguping percakapan mereka. Tri merasa gak karuan hingga dia tidak sengaja menyenggol pot.
“ tri,?? Ngapain kamu disana?” seru Randy
“ A...k,..u lagi nyari..”
“ nyari apa?”
“ nyari Kak Dwi, papa mau ketemu katanya.”
“ ohh, kamu ini kenapa gak ngetok pintu aja sih. Harus ya ngintip lewat jendela.”
“ maaf..., aku ga mau ganggu. Ayo kak..?”
“ tumben nih papa manggil, ada apa ya. Oke deh, Randy aku pulang dulu ya.”
“ oke. “

Sampai di rumah, Dwi pingsan. Seluruh keluarga panik dan langsung membawanya ke rumah sakit. Ternyata, Dwi mengidap kanker darah. Itu sebabnya dia selalu mimisan. Tri gak bisa membendung air matanya. Namun, dokter menyarankan agar tidak memberitahu ini ke Dwi karena umurnya yang tinggal 1 tahun jika dalam prediksinya. Tri terpukul berat. Eka, kakak sulung Tri menyarankan agar Tri memberi Randy untuk Dwi. Karena Eka melihat Dwi sangat menyayangi Randy. Tri mengerti dan berusaha untuk mendekatkan Dwi dan Randy meski itu sakit baginya.
“ haii Randy, sorry ya aku malem-malem ke sini.” Sapa Tri
“ dengan senang hati aku menerima kedatangan kamu, tapi gak baik kalo aku ajak kamu masuk. Kita Cuma berdua disini.”
“ ya aku ngerti. Aku kesini pengen ngasi tau kalo kak Dwi lagi sakit, jadi dia ga bisa latihan vokal yaa kira-kira seminggu ini.”
“ sakit? Sakit apa ? oke lah, bilang salam aku semoga dia cepet sembuh.”
“ pasti, oke deh aku pulang.”
“ tunggu Tri, (Randy memegang tangan Tri) !”
“ ke..naa..pa?”
“ besok ketemu di lapangan depan kompleks ya.. jam 6 pagi. Besok kan minggu.”
“ ( Tri cukup lama berpikir ) besok aku gabisa Ran, aku ada acara lain saaa..ma...”
“ sama siapa? Pacar? “
“ bukan, temen kok. Lain kali aja yah. Bye.”

Tri pergi begitu saja, di depan rumahnya dia menangis tersedu-sedu. Dia melakukan ini demi menjaga perasaan kak Dwi, tu lebih berharga menurutnya dibandingkan bertemu dengan Randy. Tapi, tak disadari Randy melihat itu dan menghampirinya.
“ Tri, kenapa nangis?”
“ ngga, aku Cuma iseng aja nangis.”
“ mana ada orang nangis iseng.”
“ ada aja kok..”
Randy menarik tangan Tri dan berjalan di tengah sunyinya malam..
“ randy, kita pulang aja yuk..”
“ kenapa, ga betah”
“ bukan gitu, tapi...”
“ jangan bohong sama aku, kamu ga ada acara kan besok.”
“ ... a..ku”
“ udah, besok aku akan terus menunggu kamu disana, terserah kamu mau dateng atau gak. Sampai jumpa Tri ku.”
“ Tri ku??”
“  “
Tri gak bisa menahan semuanya, jika dia terus deket-deket sama Randy dia takut Dwi akan tau dan keadaan semakin buruk. LOVE YOU RAN..

Pagi tiba, Tri sudah siap-siap sejak jam 5 pagi. Ternyata, dia memutuskan pergi menemui Randy. Karena dia ingin menjadikan ini pertemuan terakhirnya..
“ ran,..”
“ tuh kan aku bilang kamu pasti dateng, jangan munafik deh,,”
“ iya sorry,, udah lama nunggu.”
“ belom, yuk main..”

Mereka bermain basket di tengah cuaca pagi yang tidak bersahabat. Hujan turun begitu deras. Sementara Tri dan Randy tetap melanjutkan permainan mereka yang sementara ini dimenangi oleh Tri. Licinnya lapangan membuat Tri terjatuh dan kakinya terkilir..
“ Tri...,?”
“ Aduuuhh!!! Sakit banget.. AWW..”
“ Kayaknya kaki kamu terkilir dan rasanya kamu gabisa jalan.”
“ gimana ini?”
“ tenang, aku gendong ya..”
“ hah ? gak .. gak ... gak usah.”
“ udah gak papa..., takut banget sih, aku ga nyentuh kamu kok.”
“ ih.., gak usah. Aku bilang gak ya gak,  “
“ jangan keras kepala dong.. ( suara Randy semakin lembut dan membuat Tri gak bisa mungkir ).”
“ ok.”

Tri digendong Randy menuju ke depan rumahnya. Dwi dari jendela kamarnya hanya bisa menangis dan membenci Tri. Adik yang benar-benar merebut gebetannya dia. Di dalam rumah.....
“ Tri, gatau malu yah.. ngerebut Randy dari aku, kamu ihh!!”
“ apa kak? Aku ga ada maksud, Cuma aku ga bisa jalan tadi.”
“ ah alasan kamu !!! “
“ bener kaa..k”

Dwi pingsan dan mengeluarkan banyak darah. Benar dugaan Tri, semua akan menjadi buruk jika dia menemui Randy. Tri menyesal berat..
“ gimana dokter keadaan anak saya.”
“ dwi kritis, dia perlu banyak darah dan kalian harus menuruti keinginan Dwi.”

Tri pergi sambil menangis. Hujan masih saja mengguyur hingga Tri harus rela basah kuyup berjalan ke rumah Randy.
“ Randy, temui Dwi sayangi dia.. dia perlu kamu, dia sayang kamu, dan dia mencintai kamu. Dia juga yang udah nolongin nenek kamu kan?”
“ iiya sih, tapi kamu kok nangis gini, Dwi kenapa?”
“ dia KANKER DARAH!”
“ apa?? Oke aku ke rumah sakit sekarang.”

Tanpa pamitan dan mengunci pintu rumah, Randy langsung pergi meninggalkan Tri yang basah kuyup. Tri masuk ke rumah Randy dan melihat foto keluarga Randy.
“ waahh, bagus banget nih keren.”
Tiba-tiba di foto itu ada seorang nenek yang rasanya ia kenal. Itu adalah nenek yang ditolongnya beberapa bulan yang lalu di depan sekolah.
“ jaadi itu nenek Randy, tapi.. Kak Dwi. Ternyata kakak ngaku-ngaku jadi penolong nenek Randy. Kakk.. kenapa kakak tega sama aku. Salah apa aku? Aku ga ada keinginan untuk kenal sama Randy. Tapi takdir yang mempertemukan kita apa, itu salah kak?? Salah??”

Di rumah sakit, Randy menangis dan memeluk Dwi. Dia berjanji akan menyayangi Dwi layaknya sayang seorang pacar. Hal itu ia lakukan sebagai rasa terimakasihnya yang dalam terhadap Dwi yang udah nolongin neneknya. Sementara Tri, hanya bisa melihat itu dengan kesedihan bercampur kegembiraan. Esok harinya, Dwi sudah bisa pulang dan rencananya akan mengadakan pesta ulang tahun Dwi yang ke 17 tahun.
“ Happy birthday Dwi...” seru Randy.
“ makasi...”

Randy pergi kesana bersama neneknya. Nenek Randy hendak menjodohkan Randy dengan orang yang telah menolongnya dulu. Karena menurut cerita Randy, Dwi itu baik, cantik, dan mulia hatinya.
“ ini nek, Dwi .. dia kan yang telah menolong nenek?”

Dwi syock ketika melihat nenek Randy. Dia ga bisa berkata apapun...
“ Bukan!! Ini bukan yang nolongin nenek Ran,,”
“ APA?? Lalu siapa nek?
“ Cewek itu.. ( menunjuk ke arah Tri di sudut ruangan )
“ TRI???? Dwi,, kamu bener-bener pembohong besar dalam hidup aku. Kamu tega memperdaya adikmu buat dapetin aku. Itu ga ada gunanya!”

Dwi ga sanggup menahan malu dan harus sedikit merasa detakan jantungnya melemah dan terjatuh. Tri dengan sigap menangkapnya dan memeluknya.
“ Kak, jangan dipikirin lagi.. kaakak harus bahagia sekarang. Kakak uda resmi bakalan bertunangan sekarang dengan Randy. Ayo kak. ?”
“ Tri, Randy, maafin aku.. aku serakah. Aku sengaja ngelakuin ini buat dapetin Randy, aku tau semenjak pertama kali ketemu kalian udah saling suka kan? Aku udah sekarat sekarang, aku hanya ingin tenang dan melihat kebahagiaan terlukis dimata kalian. Aku ingin perbaiki semuanya. Aku gak mau nambah dosa sama kamu Tri. Pliss Tunangan sama Randy sekarang di depan aku.
“ hah? Gak kak? Kakak ga boleh sedih lagi, kakak harus bertahan demi aku. Aku ga mau bahagia diatas penderitaan kakak.?”
“ kalian cocok, seangkatan, cantik dan ganteng, sama-sama bisa main basket dan tentunya kalian saling cinta. Lakukan itu Tri untuk kakak ini permintaan terakhir aku papa, mama, dan semua hadirin disini. Aku akan jadikan pertunangan kalian kado terindah di ulang tahunku ke 17 ini. Ini adalah kado yang datang untuk menutup perjalanan hidupku selama ini.
“ Baik kak, aku lakukan buat kakak.. “
“ oke Dwi aku lakuin ini buat kamu, semoga kamu seneng.”
Pertunangan mereka dilakukan tepat di depan mata Dwi.. setelah saling bertukar cincin. Dwi merasa tenang untuk pergi meninggalkan mereka dan menghembuskan nafas terakhirnya. Bagi Dwi, semua yang dia lakukan ini JUST FOR LOVE...
LOVE FOR TRI
AND
LOVE FOR RANDY

PROFIL PENULIS
Namaku Ririn Agnesia, aku dari Bali dan usiaku baru 14 tahun.
bagi yang baca semoga suka ya.. maklum ini baru karya pertamaku.
temen-temen bisa add facebook aku @Ririn Agnesia..
Thanks. 

Labels: ,